Hukum asuransi dalam
Islam
Pengertian Asuransi
Asuransi berasal dari kata assurantie dalam bahasa Belanda,
atau assurance dalam
bahasa perancis, atau assurance/insurance dalam
bahasa Inggris. Assurance berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi, sedang
Insurance berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi.
Menurut sebagian ahli asuransi berasal dari
bahasa Yunani, yaitu assecurare yang
berarti menyakinkan orang.
Di dalam bahasa Arab asuransi dikenal dengan
istilah : at Takaful,
atau at Tadhamun yang
berarti : saling menanggung. Asuransi ini disebut juga dengan istilah at-Ta’min, berasal dari kata amina, yang berarti aman, tentram, dan tenang. Lawannya
adalah al-khouf, yang
berarti takut dan khawatir. ( al
Fayumi, al Misbah al Munir, hlm : 21 ) Dinamakan
at Ta’min, karena orang yang melakukan transaksi ini (khususnya para peserta )
telah merasa aman dan tidak terlalu takut terhadap bahaya yang akan menimpanya
dengan adanya transaksi ini.
Adapun asuransi menurut terminologi sebagaimana
yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992:
” Asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk
memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan ”
Macam-macam Asuransi
Para ahli berbeda pendapat di dalam
menyebutkan jenis-jenis asuransi, karena masing-masing melihat dari aspek
tertentu. Oleh karenanya, dalam tulisan ini akan disebutkan jenis-jenis
asuransi ditinjau dari berbagai aspek, baik dari aspek peserta, pertanggungan,
maupun dari aspek sistem yang digunakan :
I.
Asuransi ditinjau dari aspek peserta, maka dibagi menjadi :
1. Asuransi Pribadi ( Ta’min Fardi ) : yaitu asuransi yang dilakukan oleh
seseorang untuk menjamin dari bahaya tertentu. Asuransi ini mencakup hampir
seluruh bentuk asuransi, selain asuransi sosial
2. Asuransi Sosial ( Ta’min Ijtima’i ) , yaitu asuransi (
jaminan ) yang diberikan kepada komunitas tertentu, seperti pegawai negri
sipil ( PNS ), anggota ABRI, orang-orang yang sudah pensiun, orang-orang yang
tidak mampu dan lain-lainnya. Asuransi ini biasanya diselenggarakan oleh
pemerintah dan bersifat mengikat, seperti Asuransi Kesehatan ( Askes ),
Asuransi Pensiunan dan Hari Tua ( PT Taspen ), Astek ( Asuransi Sosial Tenaga
Kerja ) yang kemudian berubah menjadi Jamsostek ( Jaminan Sosial Tenaga Kerja),
Asabri ( Asuransi Sosial khusus ABRI ), asuransi kendaraan, asuransi pendidikan
dan lain-lain. [1]
Catatan : Asuransi Pendidikan adalah suatu
jenis asuransi yang memberikan kepastian / jaminan dana yang akan
digunakan untuk biaya pendidikan kelak. Asuransi Pendidikan ini mempunyai dua
unsur yaitu Investasi dan Proteksi. Investasi bertujuan untuk menciptakan
sejumlah dana / nilai tunai agar mampu mengalahkan laju inflasi, sehingga dana
atau nilai tunai yang tercipta bisa dipakai untuk keperluan dana pendidikan.
Proteksi mempunyai tujuan memberikan proteksi
kesehatan pada diri Anak atau peserta utama atau tertanggung utama, sehingga
apabila terjadi resiko (sakit) maka asuransi ini yang akan memberikan santunan,
tanpa mengurangi dana yang telah diinvestasikan dalam asuransi pendidikan ini.
Dengan adanya proteksi yang diberikan ini maka dana yang sudah diinvestasikan
tidak akan terganggu karena terjadi suatu resiko. Selain Proteksi terhadap
kesehatan anak, asuransi ini juga memberikan fasilitas berinvestasi, ketika
orang tua (penabung) mengalami resiko, yang selanjutnya pihak perusahaan akan
mengambil alih untuk menabungkan ke rekening anak di rekening asuransi
pendidikan ini sampai anak dewasa. Jadi dengan adanya proteksi ini maka kepastian
dana untuk pendidikan senantiasa tersedia saat dibutuhkan. [2]
II.
Asuransi ditinjau dari bentuknya.
Asuransi ditinjau dari bentuknya dibagi
menjadi dua :
1. Asuransi Takaful atau
Ta’awun. ( at Ta’min at Ta’awuni )
2. Asuransi Niaga ( at Ta’min at Tijari ) ini mencakup :
asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
III.
Asuransi ditinjau dari aspek pertanggungan atau obyek yang dipertanggungkan
Jenis-jenis asuran ditinjau dari aspek
pertanggungan adalah sebagai berikut :
Pertama :
Asuransi Umum atau Asuransi Kerugian ( Ta’min
al Adhrar )
Asuransi Kerugian adalah asuransi yang
memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang menderita kerugian barang atau
benda miliknya, kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya terhadap mana
pertanggungan ini diadakan, baik kerugian itu berupa:
Kehilangan nilai pakai atau kekurangan nilainya atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung.
Kehilangan nilai pakai atau kekurangan nilainya atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung.
Penanggung tidak harus membayar ganti rugi
kepada tertanggung kalau selama jangka waktu perjanjian obyek pertanggungan
tidak mengalami bencana atau bahaya yang dipertanggungkan.
Kedua : Asuransi
Jiwa. ( Ta’min al Askhas )
Asuransi jiwa adalah sebuah janji dari perusahaan
asuransi kepada nasabahnya bahwa apabila si nasabah mengalami risiko kematian
dalam hidupnya, maka perusahaan asuransi akan memberikan santunan dengan jumlah
tertentu kepada ahli waris dari nasabah tersebut.
Asuransi jiwa biasanya mempunyai tiga bentuk
[3] :
1.
Term assurance (Asuransi Berjangka)
Term assurance adalah bentuk dasar dari
asuransi jiwa, yaitu polis yang menyediakan jaminan terhadap risiko meninggal
dunia dalam periode
waktu tertentu.
Contoh Asuransi Berjangka (Term
Insurance) :
·
Usia Tertanggung 30 tahun
·
Masa Kontrak 1 tahun
·
Rate Premi (misal) : 5 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
·
Uang Pertanggungan : Rp. 100 Juta
·
Premi Tahunan yang harus dibayar : 5/1000 x 100.000.000 = Rp.
500.000
·
Yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak
pertama (50%)
Bila tertanggung meninggal dunia dalam masa
kontrak, maka perusahaan Asuransi sebagai penanggung akan membayar uang Pertanggungan
sebesar 100 juta kepada yang ditunjuk.
2.
Whole Life Assurance (Asuransi Jiwa Seumur Hidup)
Merupakan tipe lain dari asuransi jiwa yang
akan membayar sejumlah uang pertanggungan ketika tertanggung meninggal dunia
kapan pun. Merupakan polis permanen yang tidak dibatasi tanggal berakhirnya
polis seperti pada term assurance. Karena klaim pasti akan terjadi maka premium
akan lebih mahal dibanding premi term assurance dimana klaim hanya mungkin
terjadi. Polis whole life merupakan polis substantif dan sering digunakan
sebagai proteksi dalam pinjaman.
3.
Endowment Assurance (Asuransi Dwiguna)
Pada tipe ini, jumlah uang pertanggungan akan
dibayarkan pada tanggal akhir kontrak yang telah ditetapkan.
Contoh Asuransi Dwiguna Berjangka (Kombinasi
Term & Endowment)
·
Usia Tertanggung 30 tahun
·
Masa Kontrak 10 tahun
·
Rate Premi (misal) : 85 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
·
Uang Pertanggungan : Rp. 100 Juta
·
Premi yang harus dibayar : 85/1000 x 100.000.000 = Rp.
8.500.000,-
·
Yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak
pertama (50%)
1. Bila
tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan Asuransi
sebagai penanggung akan membayar uang Pertanggungan sebesar 100 juta kepada
yang ditunjuk.
2. Bila
tertanggung hidup sampai akhir kontrak, maka tertanggung akan menerima uang
pertanggungan sebesar 100 juta
IV.
Asuransi ditinjau dari sistem yang digunakan.
Asuransi ditinjau dari sistem yang digunakan,
maka menjadi :
1. Asuransi Konvensional
2. Asuransi Syariah adalah
suatu pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan Syariah, tolong
menolongsecara mutual yang melibatkan peserta dan operator. [4]
Hukum Asuransi
Hukum Asuransi menurut Islam berbeda antara
satu jenis dengan lainnya, adapun rinciannya sebagai berikut :
Pertama : Ansuransi Ta’awun
1. Asuransi
Ta’awun termasuk akad tabarru’
(sumbangan suka rela) yang bertujuan untuk saling bekersama di dalam mengadapi
marabahaya, dan ikut andil di dalam memikul tanggung jawab ketika terjadi
bencana. Caranya adalah bahwa beberapa orang menyumbang sejumlah uang yang
dialokasikan untuk kompensasi untuk orang yang terkena kerugian. Kelompok
asuransi ta’awun ini tidak bertujuan komersil maupun mencari keuntungan dari
harta orang lain, tetapi hanya bertujuan untuk meringankan ancaman bahaya
yang akan menimpa mereka, dan berkersama di dalam menghadapinya.
2. Asuransi
Ta’awun ini bebas dari riba,
baik riba fadhal, maupun riba nasi’ah, karena memang akadnya tidak ada unsure
riba dan premi yang dikumpulkan anggota tidak diinvestasikan pada lembaga yang
berbau riba.
3. Ketidaktahuaan
para peserta asuransi mengenai kepastian jumlah santunan yang akan diterima
bukanlah sesuatu yang berpengaruh, karena pada hakekatnya mereka adalah para
donatur, sehingga di sini tidak mengandung unsur spekulasi, ketidakjelasan dan
perjudian.
4. Adanya
beberapa peserta asuransi atau perwakilannya yang menginvestasikan dana yang
dikumpulkan para peserta untuk mewujudkan tujuan dari dibentuknya asuransi ini,
baik secara sukarela, maupun dengan gaji tertentu.
Kedua : Asuransi Sosial
Begitu juga asuransi sosial hukumnya adalah
diperbolehkan dengan alasan sebagai berikut :
1. Asuransi
sosial ini tidak termasuk akad mu’awadlah ( jual beli ), tetapi merupakan
kerjasama untuk saling membantu.
2. Asuransi
sosial ini biasanya diselenggarakan oleh Pemerintah. Adapun uang yang
dibayarkan anggota dianggap sebagai pajak atau iuran, yang kemudian akan
diinvestasikan Pemerintah untuk menanggulangi bencana, musibah, ketika
menderita sakit ataupun bantuan di masa pensiun dan hari tua dan
sejenisnya, yang sebenarnya itu adalah tugas dan kewajiban Pemerintah. Maka
dalam akad seperti ini tidak ada unsur riba dan perjudian.
Ketiga : Asuransi Bisnis atau Niaga
Adapun untuk Asuransi Niaga maka hukumnya
haram. Adapun dalil-dalil diharamkannya Asuransi Niaga ( Bisnis ), antara lain
sebagai berikut [6] :
Pertama: Perjanjian
Asuransi Bisnis ini termasuk dalam akad perjanjian kompensasi keuangan yang
bersifat spekulatif, dan karenanya mengandung unsur gharar yang kentara. Karena
pihak peserta pada saat akad tidak mengetahui secara pasti jumlah uang yang
akan dia berikan dan yang akan dia terima. Karena bisa jadi, setelah sekali
atau dua kali membayar iuran, terjadi kecelakaan sehingga ia berhak mendapatkan
jatah yang dijanjikan oleh pihak perusahaan asuransi. Namun terkadang tidak
pernah terjadi kecelakaan, sehingga ia membayar seluruh jumlah iuran, namun
tidak mendapatkan apa-apa. Demikian juga pihak perusahaan asuransi tidak bisa
menetapkan jumlah yang akan diberikan dan yang akan diterima dari setiap akad
secara terpisah. Dalam hal ini, terdapat hadits Abu Hurairah ra,
bahwasanya ia berkata :
َ نَهَى رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ
الْغَرَرِ
“
Rasulullah saw melarang jual beli dengan cara hashah (yaitu: jual beli dengan
melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur penipuan.” ( HR Muslim, no : 2787 )
Kedua: Perjanjian
Asuransi Bisnis ini termasuk bentuk perjudian ( gambling ), karena mengandung
unsur mukhatarah ( spekulasi pengambilan resiko ) dalam kompensasi
uang, juga mengandung ( al ghurm ) merugikan satu pihak tanpa ada
kesalahan dan tanpa sebab, dan mengandung unsur pengambilan keuntungan tanpa
imbalan atau dengan imbalan yang tidak seimbang. Karena pihak peserta (
penerima asuransi ) terkadang baru membayar sekali iuran asuransi, kemudian
terjadi kecelakaan, maka pihak perusahaan terpaksa menanggung kerugian karena
harus membayar jumlah total asuransi tanpa imbalan. Sebaliknya pula, bisa jadi
tidak ada kecelakaan sama sekali, sehingga pihak perusahaan mengambil
keuntungan dari seluruh premi yang dibayarkan seluruh peserta secara gratis.
Jika terjadi ketidakjelasan seperti ini, maka akad seperti ini termasuk bentuk
perjudian yang dilarang oleh Allah swt, sebagaimana di dalam firman-Nya :
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ
رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib de-ngan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan." ( QS.
Al-Maidah: 90).
Ketiga: Perjanjian
Asuransi Bisnis itu mengandung unsur riba fadhal dan riba nasi’ah sekaligus.
Karena kalau perusahaan asuransi membayar konpensasi kepada pihak peserta
(penerima jasa asuransi) , atau kepada ahli warisnya melebihi dari jumlah uang
yang telah mereka setorkan, berarti itu riba fadhal. Jika pihak perusahaan
membayarkan uang asuransi itu setelah beberapa waktu, maka hal itu termasuk
riba nasi’ah. Jika pihak perusahaan asuransi hanya membayarkan kepada pihak
nasabah sebesar yang dia setorkan saja, berarti itu hanya riba nasi’ah. Dan
kedua jenis riba tersebut telah diharamkan berdasarkan nash dan ijma' para
ulama.
Keempat: Akad
Asuransi Bisnis juga mengandung unsur rihan ( taruhan ) yang diharamkan. Karena
mengandung unsur ketidakpastian, penipuan, serta perjudian. Syariat tidak
membolehkan taruhan kecuali apabila menguntungkan Islam, dan mengangkat
syiarnya dengan hujjah dan senjata. Nabi saw telah memberikan keringanan pada
taruhan ini secara terbatas pada tiga hal saja, sebagaimana dalam hadits Abu
Hurairah ra, bahwasnya Rasulullah saw bersabda :
لَا سَبَقَ
إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ فِي حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ
" Tidak ada perlombaan kecuali dalam hewan yang bertapak
kaki ( unta ), atau yang berkuku ( kuda ), serta memanah.” ( Hadits Shahih Riwayat Abu Daud, no : 2210 )
Asuransi tidak termasuk dalam kategori
tersebut, bahkan tidak mirip sama sekali, sehingga diharamkan.
Kelima: Perjanjian
Asuransi Bisnis ini termasuk mengambil harta orang tanpa imbalan. Mengambil
harta tanpa imbalan dalam semua bentuk perniagaan itu diharamkan, karena
termasuk yang dilarang dalam firman Allah:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ
أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ
اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.An-Nisa': 29).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar